Lahan Cabai Diserang Patek, Petani Terancam Gagal Panen

August 11, 2022
Lahan Cabai Diserang Patek, Petani Terancam Gagal Panen

 

Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Tommy Nugraha mengidentifikasi salah satu penyebab mengapa harga cabai naik adalah akibat curah hujan yang tinggi. Dimana, dalam kondisi ini tanaman mudah terserang penyakit, seperti serangan penyakit patek atau antranoksa.

 

Penyakit tersebut tidak bisa dipandang sebelah mata. Belakangan ini, ada lebih dari 10 hektare lahan di Jawa Barat yang terkena patek, dan menyita perhatian Pemerintah Pusat. Karena itulah, Tim Direktorat Perlindungan Hortikultura pun mendatangi lahan cabai di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi yang wilayah pertaniannya banyak terkena patek, Rabu (27/07) lalu.

 

"Kemungkinan pengaruh dari curah hujan tinggi, menyebabkan lahan menjadi lembab. Sehingga, patek cepat dan mudah menyebar ke tanaman cabai yang sehat. Patek bukan hanya menyerang tanaman cabai di wilayah Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi saja. Penyakit ini banyak menyerang wilayah lainnya, dengan intensitas yang berbeda-beda," ucap Ginting Tri Pamungkas, Fungsional Ahli Muda Direktorat Perlindungan Hortikultura yang dilansir dari Radar Bogor.

 

Ginting pun menyarankan kepada para kelompok tani di Sukaraja untuk memperhatikan sanitasi lingkungan. Karena, menurutnya keberadaan sanitasi sangat mempengaruhi pada kelembaban tanah yang akan terjaga dan lainnya. Sehingga diyakini dapat meminimalisir serangan patek ke tanaman sehat lainnya.

 

Sementara itu, Wawan, petani cabai dari Soreang, Jawa Barat menilai serangan patek itu bisa menyesakkan dada para petani cabai, karena bisa-bisa terancam gagal panen. Wawan sendiri pada awal tahun 2022, lahan cabainya terserang patek. Serangan tersebut terparah sepanjang dirinya menjadi petani cabai.

 

 

"Sangat merugikan, karena menghancurkan calon buah yang akan kita panen hampir 100 persen. Datangnya pas mau panen, padahal tanaman itu udah disayang-sayang, udah bayangin cabai mau merah eh malah busuk kena patek. Dan, cabai tersebut gak bisa masuk ke pasar pastinya," ujarnya yang sudah menjadi petani dari tahun 2013.

 

Sambung Wawan, yang paling membuatnya mengelus dada dengan patek, adalah serangannya datang pada tanaman yang mau dipanen. Dimana, dirinya sudah mengeluarkan banyak biaya dalam perawatan tanaman.

 

"Layu fusarium, virus gemini, dan busuk batang itu juga merugikan, namun serangan itu terjadi saat tanaman di fase vegetatif, biaya produksinya masih rendah. Beda dengan patek ini, kita udah mengeluarkan banyak biaya, malah tanaman busuk," ungkapnya.

 

Bagi Wawan, untuk menghadapi patek, tidak bisa hanya dengan mengobati tanaman saat sudah terkena, melainkan harus dilakukan pengendalian dengan cara mencegah. Bisa dengan memulai dari pemilihan bibit toleran patek, mengidealkan pH tanah, penyemprotan pestisida sesuai rekomendasi, hingga ke pemupukan berimbang.

 

"Usahakan daya tahan tubuh tanaman bagus, ini bisa dilakukan dengan memilih benih yang sudah diketahui bagus daya tahannya. Kemudian, pemberian pestisida diperlukan, fungisida kontak dan sistemik. Harus merapatkan fungisida saat cuaca ekstreme. Terakhir, memberikan kecukupan nutrisi tanaman, dengan pemupukan yang berimbang," ujarnya.

 

Untuk penyemprotan pestisida, Wawan mempersiapkan fungisida kontak seperti mankozeb, propineb, klorotalonil, dan tembaga hidroksida. Disarankan juga mengunakan fungisida sistemik seperti asibensolar-S-metil, azoksistrobin, difekonazol, benomil, metalaksil, dan lain-lain.

 

"Semprotnya seringnya pagi. Saran saya, jangan mencampurkan fungisida dengan insektisida. Serta, tidak di saat hujan atau akan hujan," ucapnya.

 

Lanjut Wawan, pengecekan pH tanah, dinilainya juga sangat penting dalam mencegah patek. Berdasarkan pengalamannya, tanaman mudah terkena patek jika pH tanah tidak ideal.

 

"Saat serangan patek awal tahun ini, pH tanah pada nge-drop, yaitu 4,5. Paling tinggi 5,5. pH masam membuat tanaman lebih rentan terkena serangan penyakit. Pemberian pupuk juga tidak bisa terserap dengan baik. Usahakan melakukan cara-cara seperti pemberian kapur pertanian, agar pH tanah ideal pada angka 6,5-7,5," ujarnya.

 

Wawan menyarankan jika pH tanah sudah ideal, sebaiknya mengaplikasikan pupuk yang mengandung Kalsium (Ca) yang mudah diserap tanaman sebagai langkah pencegahan selanjutnya.

 

Sementara itu, Area Manager PT Meroke Tetap Jaya, Yayan Wiandiana mengatakan patek memang sangat berkembang pada kondisi cuaca yang ekstreme.

 

"Patek disebabkan oleh berkembangnya jamur Colletotricum capsici pada bagian buah tanaman cabai yang membran sel-nya tipis karena kekurangan Kalsium. Dinding sel yang tipis membuat tanaman cabai mudah terserang jamur tersebut," ucap Yayan.

 

 

Gejala awal patek ditandai dengan adanya bercak cokelat kehitaman pada bagian buah, kemudian meluas menjadi busuk lunak. Bagian tengah buah cabai, terlihat bercak-bercak yang merupakan kelompok seta dan konidium yang berwarna titik-titik hitam. Cabai terserang patek yang parah, buah cabai mengerut dan mengering. Bentuknya seperti jerami.

 

"Patek bisa dicegah atau dikurangi dengan pemberian pupuk Kalsium yang berfungsi untuk mempertebal dinding sel, misalnya KARATE PLUS BORONI dan MerokeCALNIT. Dua pupuk itu mengandung Kalsium yang juga dilengkapi dengan Boron, agar tanaman cabai lebih tahan terhadap perubahan kondisi iklim di lapangan yang cenderung tidak bisa terprediksi," ucap Yayan yang juga merupakan Sarjana Pertanian di Universitas Padjajaran, Bandung.

Berita Lainnya