Jahe Jadi Primadona Baru, Ini Cara Maksimalkan Budidaya dan Keuntungannya!

June 21, 2025 | Penulis: Rizqina Aulia
Jahe Jadi Primadona Baru, Ini Cara Maksimalkan Budidaya dan Keuntungannya!

 

Budidaya jahe kini semakin diminati karena permintaan pasar yang terus meningkat, terutama untuk keperluan bumbu dapur dan obat tradisional. Jahe diperkirakan berasal dari India, meskipun ada pula yang meyakini asalnya dari Tiongkok Selatan. Dari India, jahe menyebar ke berbagai wilayah seperti Asia Tenggara, Tiongkok, Jepang, dan Timur Tengah melalui jalur perdagangan rempah.

 

Dalam budidaya, jahe dibedakan menjadi tiga jenis utama berdasarkan ukuran, bentuk, dan warna rimpangnya, yaitu jahe merah, jahe emprit (putih/kuning kecil), dan jahe gajah (putih/kuning besar). Jahe merah memiliki rimpang berwarna merah dan berukuran kecil, dipanen saat tua, serta kaya minyak atsiri sehingga cocok untuk ramuan obat. Jahe emprit memiliki ruas kecil dan rasa pedas karena kandungan minyak atsirinya yang lebih tinggi dibandingkan jahe gajah. Sedangkan jahe gajah berukuran besar dan gemuk, dapat dipanen muda maupun tua, serta memiliki produksi per hektar lebih tinggi.

 

Meskipun permintaan jahe tinggi, produksi di lapangan masih rendah karena beberapa kendala. Pertama, produksi sangat bergantung pada musim sehingga tidak merata sepanjang tahun. Kedua, keterbatasan fasilitas penyimpanan menyebabkan hasil panen mudah rusak. Ketiga, banyak petani menjadikan jahe sebagai usaha sampingan sehingga pengelolaannya belum optimal. Terakhir, masalah modal juga menjadi hambatan dalam pengembangan budidaya jahe.

 

Untuk pertumbuhan yang optimal, jahe membutuhkan curah hujan tinggi antara 2.500 hingga 4.000 mm per tahun dan lokasi yang mendapat sinar matahari penuh sepanjang hari. Tanah yang subur, gembur, dan kaya humus sangat mendukung pertumbuhan jahe. Tanaman ini tumbuh baik di daerah tropis dan subtropis dengan ketinggian 0 sampai 2.000 meter di atas permukaan laut.

 

 

Tahapan budidaya jahe dimulai dengan persiapan lahan yang baik. Pemberian pupuk dasar seperti SS (AMMOPHOS) dan NPK Mutiara 16-16-16 sangat dianjurkan untuk meningkatkan kesuburan tanah. Jarak tanam yang ideal adalah 30 x 40 cm dengan penanaman rimpang pada kedalaman 5–7 cm agar pertumbuhan akar dan rimpang optimal.

 

Pemupukan lanjutan dilakukan dua kali, yaitu pada umur 60 HST dan 150 HST. Pupuk yang digunakan meliputi KARATE PLUS BORONI, NPK Mutiara PROFESSIONAL, dan Suburkali BUTIR dengan dosis yang disesuaikan untuk mendukung pertumbuhan tanaman dan produksi rimpang yang maksimal.

 

Pengelolaan budidaya jahe harus dilakukan secara intensif agar hasil panen berkualitas dan kuantitasnya meningkat. Hal ini termasuk perawatan tanaman, pembumbunan untuk menutupi rimpang, serta pengendalian hama dan penyakit yang dapat mengganggu pertumbuhan.

 

Budidaya jahe memiliki potensi besar sebagai komoditas pertanian yang menguntungkan. Selain digunakan sebagai bumbu masak, jahe juga banyak dimanfaatkan dalam industri obat tradisional dan minuman kesehatan, apalagi kini kesadaran masyarakat akan pentingnya imun tubuh semakin meningkat. 

 

Namun, untuk mengoptimalkan produksi jahe, petani perlu mengatasi kendala modal dan memperbaiki fasilitas penyimpanan agar hasil panen tidak cepat rusak. Dengan pengelolaan yang baik dan modal yang memadai, budidaya jahe dapat menjadi usaha tani yang menjanjikan dan berkelanjutan.

 

Dengan potensi pasar yang besar dan manfaat kesehatan yang tinggi, budidaya jahe menjadi peluang menarik bagi petani, terutama di wilayah dengan iklim dan tanah yang sesuai. Pengembangan budidaya jahe yang terencana,  pemahaman tentang jenis jahe, syarat tumbuh, dan teknik budidaya yang tepat dapat mendukung peningkatan  produksi dan kualitas jahe di Indonesia sekaligus pendapatan petani. 

 

*HST = Hari Setelah Tanam 

**Untuk melihat detail program pemupukan tanaman bisa cek website kami atau download App Petani Cerdas di Google Play Store.

Berita Lainnya