Mengabdi di Desa, Bawa Hendi Nur Seto Bertemu Presiden, Mentan, dan Gubernur Jateng
August 11, 2022
"Saya lulus tahun 2016, di Universitas Jenderal Soedirman. Setelah lulus, memang berencana kembali ke tanah kelahiran, membangun pertanian di desa saya (Desa Bansari, Temanggung, Jawa Tengah - red). Orang tua saya memang memfasilitasi lanjut studi untuk membangun pertanian di desa," ucap Hendi Nur Seto, yang tahun 2022 ini genap berusia 30 tahun.
Tujuan mulia dan dukungan orang tuanya itu pun membawanya bertemu Presiden Joko Widodo dalam kegiatan lumbung pangan (food estate) bersama para petani di Desa Bansari, Kabupaten Temanggung, Provinsi Jawa Tengah, Desember 2021 lalu.
Di bulan dan tahun yang sama, Hendi juga menjadi perwakilan petani millenial dalam Seminar Nasional 'Tantangan Milenial Merebut Peluang Akses Pembiayaan dalam Ekosistem UMKM dan Ekonomi Hijau' di Kantor OJK Solo. Seminar digelar secara hybrid dan dihadiri Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, dan Walikota Surakarta Gibran Rakabuming Raka.
Perjuangan Menjadi Petani Muda
"Ternyata saat saya awal memulai terjun di pertanian, itu ilmu yang saya dapatkan di kuliah, jauh dengan kenyataannya di lapang. Banyak persoalan yang saya temui, mulai dari hama & penyakit tanaman, hingga permasalahan harga di pasar. Dari situ saya berpikir bagaimana caranya agar petani memiliki harga jual komoditas yang stabil," ungkapnya kepada kami.
Tahun 2017, Hendi semakin membulatkan tekadnya untuk terus berjuang menjadi petani modern di desanya. Setelah mencoba-coba budidaya berbagai tanaman, Hendi membeli paralon-paralon untuk membangun instalasi awal hidroponik dengan sistem DFT, 1.500 lubang tanam.
Setahun kemudian, Hendi mengikuti pelatihan hidroponik melon yang diselenggarakan PT Meroke Tetap Jaya. Dan, ketertarikan Hendi dengan melon hidroponik semakin tinggi. Keinginannya terwujud untuk memiliki greenhouse di tahun 2019.
"Awal-awal tertarik melon masih belum punya modal untuk greenhouse melon. Di tahun 2019, ada investor yang masuk, dan dibangunlah 7 greenhouse di tahun tersebut. Namun, yang milik sendiri baru 1," ujar Hendi, yang juga menjadi Ketua GAPOKTAN di Temanggung, Jawa Tengah.
Dalam satu greenhouse yang dibangun, sambung Hendi, bisa untuk 1.000 tanaman melon. Sebelumnya, Hendi juga melakukan uji coba budidaya melon, tujuannya untuk mencari jenis melon terbaik dan tentunya disukai pasar. Ada 3 jenis melon cantaloupe yang akhirnya konsisten ditanam.
Lalu, dilanjutkan dengan mencari tahu sebaiknya greenhouse dibangun di ketinggian berapa, dimana lahan pertanian yang dikelolanya berada di 1.100 mdpl. Untuk nutrisi tanaman melonnya, Hendi menggunakan 7 racikan AB Mix yang terdiri pupuk-pupuk watersoluble grade.
Di pemasarannya, Hendi gencar dan masif mempromosikan melon hidroponiknya di media sosial, Dinas Pertanian, dan Disperindag. Dari situ, Hendi difasilitasi untuk expo. Mulailah Hendi dicari oleh vendor yang tertarik dengan peluang bisnis melon premium.
Melon yang diproduksinya dihargai Rp 20.000 - Rp 30.000 per kilogramnya. Harga tersebut, dinilai Hendi sudah 'nyaman' untuk ongkos produksi.
"Saya ditargetkan oleh vendor itu 3,5 ton per minggu, dan itu butuh kisaran 40 greenhouse. Produksi melon premium hidroponik kami saat ini belum bisa memenuhi kebutuhan pasar," ucapnya.
Di tahun 2021, Hendi diamanahi sebagai Ketua GAPOKTAN. Penunjukkan dirinya ini, bagi Hendi, sebagai titik balik dari yang diremehkan karena sebagai seorang sarjana malah menekuni profesi petani. Bukan mencari peruntungan rezeki di ibukota seperti sarjana lain pada umumnya. Jabatan Ketua GAPOKTAN, membuatnya jadi disegani.
Banyak orang mendekat, terutama memperbincangkan pengembangan pertanian modern. Memanfaatkan momen bertemu dengan Presiden Joko Widodo, Menteri Pertanian, dan Gubernur Jawa Tengah, di Desember 2021 silam, Hendi bercerita kepada para petinggi tersebut tentang pertanian modern yang sedang dibangunnya.
"Setelah pertemuan itu, saya difasilitasi 10 greenhouse dari Bapak Presiden. Saat ini greenhouse tersebut dikelola oleh kelompok tani yang masuk binaan saya. Ada 21 kelompok tani, syukurnya sekitar 50 persen adalah anak-anak muda. Semoga itu menjadi kebaikan untuk masyarakat di desa saya," ungkap Hendi.
Dengan label Flos Hidroponik Organik, Hendi pun intenns memasarkan produk-produk pertaniannya dari pasar swalayan hingga mancanegara. Tak hanya melon, Hendi juga memproduksi sayuran daun, kubis, timun, cabai, tomat, dan tembakau dengan sistem budidaya secara konvensional.
"Flos itu artinya bunga atau kembang. Jadi, saya berharap usaha saya ini berkembang dan mudah-mudahan bisa mengharumkan nama desa kelahiran saya," ceritanya kepada kami dengan antusias.
Berita Lainnya
September 25, 2024
Mengapa Sanitasi Lahan Penting untuk Keberhasilan Pertanian?
August 07, 2024
Durian, Buah Favorit dengan Produksi Terbesar di Jawa Timur
June 04, 2024