Menelusuri Kekayaan Alam di Dataran Tinggi Dieng

July 27, 2022
Menelusuri Kekayaan Alam di Dataran Tinggi Dieng

 

Dingin! Itulah yang saya rasakan saat menelusuri daerah-daerah di Dataran Tinggi Dieng, yang meliputi Wonosobo, Banjarnegara, Pekalongan, dan Kabupaten Batang.

 

Penasaran dengan cuacanya, saya pun bertanya ke 'Mbah Gugel', sang mesin yang Maha Tahu. Ternyata, suhu udara di Dieng berkisar 12–20 °C di siang hari dan 6–10 °C di malam hari, pada musim kemarau (Juli dan Agustus) suhu udara dapat mencapai 0 °C di pagi hari.

 

Pantas saja, tak hanya dingin, saya merasa ingin minuman panas terus atau sekedar mengisap gulungan tembakau untuk menghangatkan tubuh sejenak. Sambil memandangi pemandangan alam yang sangat indah.

 

Memang, dibalik dingin yang terasa di kulit, Dataran Tinggi Dieng yang ketinggiannya 1.500-2.000 mdpl menawarkan kekayaan alam, dan didominasi oleh alam yang rindang, perbukitan, pedesaan, dan pertanian terasering.

 

Tak heranlah saya, Dataran Tinggi Dieng kerap dikunjungi wisatawan baik lokal maupun internasional. Rekomen bagi yang mau menikmati suasana alam untuk melepas penat dari keseharian mencari cuan.

 

Dari sisi potensi pertaniannya, mayoritas penduduk di wilayah ini adalah bertani. Dan, menjadi salah satu sentra pertanian di Jawa Tengah. Untuk komoditasnya, mereka gemar bertanam kentang yang tumbuh sempurna di dataran tinggi. Kata 'Mbah Gugel', potensi penanaman kentang di Dataran Tinggi Dieng sebanyak 9.814 Ha dengan potensi hasil sebanyak 1.683.298 ton/tahun (Data BPS).

 

 

Pandangan saya sebagai Agronomis, meski memiliki potensi yang tinggi, ada beberapa permasalahan yang perlu dibenahi. Misalnya nih, penanaman dengan sistem monokultur sepanjang musim memicu hama dan penyakit 'berpesta pora' di tanaman kentang.

 

Ya namanya juga hama dan penyakit, pasti bawa kerugian untuk petani. Biaya operasional otomatis membengkak, karena para petani kudu yang namanya membeli pestisida untuk 'bubarin pesta'.

 

Tak cuma itu, kesuburan tanahnya pun menurun. Sebenarnya petani-petani di sini udah benar pakai pupuk kandang, untuk mengembalikan kesuburan tanah pada lahan pertaniannya.

 

Sayangnya, penggunaan pupuk kandang di wilayah ini cukup tinggi sekitar 10-30 ton per Ha. Ini jumlahnya berlebihan menurut saya, karena penggunaan pupuk kandang, terutama yang berasal dari kotoran ayam banyak mengandung N-Amoniak.

 

Nah, ini bisa menurunkan produksi kentang. N-Amoniak itu jika diberikan berlebihan dapat menyebabkan pH tanah menjadi asam, bisa menekan penyerapan unsur hara Kalium, dan juga tanaman jadi cepat diserang hama dan penyakit.

 

Pasti udah pada tahu kan bahwa sebagai hara makro primer, Kalium sangat dibutuhkan oleh kentang. Fungsinya penting memaksimalkan pembentukan dan pembesaran umbi pada kentang.

 

Penyerapan Kalium yang tidak optimal tentunya akan menyebabkan penurunan produktivitas pada tanaman kentang. Karena itulah, saya kerap menyarankan ke petani-petani di sini dalam kegiatan Farmers Meeting untuk pakai pupuk Kalium yang bebas Chlor.

 

Di Meroke Tetap Jaya itu pupuknya Suburkali Butir, yang mengandunng K2O 30 persen; MgO 10 persen; dan S 17 persen. Itu solusi saya dalam hal bantu-bantu petani di sini naikkin produksi kentang.

 

Karena selain memiliki kandungan Kalium yang tinggi, juga memiliki kandungan Magnesium dan Sulfur. Yang mana unsur hara tersebut sangat berguna untuk memaksimalkan warna dan memaksimalkan bentuk pada tanaman kentang, sehingga tanaman kentang menjadi optimal kuantitas dan kualitasnya.

 

Sekian cerita-cerita saya tentang Dataran Tinggi Dieng, tungguin pengalaman saya menjelajahi daerah lainnya di Jejak Mutiara yaaa...

Berita Lainnya