Masyarakat 5.0 Vs Pertanian 4.0

March 23, 2019
Masyarakat 5.0 Vs Pertanian 4.0

Awal abad ke-21, adalah era masyarakat 5.0. Pada era ini, masyarakat hidup dalam konsep kearifan yang berpusat pada manusia (human centered), dan tentunya hidup dimana penguasaan teknologi bukanlah hal yang sulit. Akses informasi di berbagai sektor membuat manusia cepat dan mudah menguasai teknologi.

 

Berbekal penguasaan teknologi, manusia mendapatkan berbagai solusi yang paling sesuai dengan permasalahan-permasalahan yang ada dalam waktu yang singkat. Solusi tersebut didapatkan melalui pemanfaatan robotik dan kecerdasan buatan (artificial intelegence).

 

Dari teknologi tersebut, dibuat konsep yang akan mentransfer big data yang terkumpul melalui internet jaringan pada semua sektor kehidupan, tanpa memerlukan interaksi manusia. Konsep ini disebut Internet of things (Iot).

 

Modern bukan jika diterapkan dalam pertanian?

 

Pertanian saat ini pun sudah memasuki era pertanian 4.0, yang pertama kali dicetuskan oleh Jerman pada tahun 2011. Lalu, menjadi topik utama pada World Economic Forum (WEF) 2016 di Davos, Swiss. Agenda utama pertanian 4.0 adalah transformasi digital untuk pengembangan dan pemanfaatan teknologi digital di sektor pertanian, yang mengarah pada pertanian pintar (smart farming), pertanian terukur (precision farming), dan bioteknologi (gene editing).

 

Pertanian 4.0 dilatarbelakangi oleh tantangan besar sektor pertanian dalam ketahanan dan ketersediaan pangan, yang terpengaruhi sejumlah faktor pembatas. Seperti perubahan iklim, kelangkaan air, kebutuhan energi, dan ketersediaan lahan. Dalam era pertanian 4.0, setiap kegiatan pertanian akan terekam untuk menghasilkan data dan informasi yang mendukung aktivitas-aktivitas pertanian lainnya, atau disebut juga "traceable framing".

 

Era ini juga mengarahkan masyarakat untuk menemukan inovasi-inovasi yang sebelumnya tidak terpikirkan sebagai solusi dalam memecahkan berbagai permasalahan dari hulu hingga hilir dalam sektor pertanian.

 

Proses pertanian di lahan pertanian digital meliput berbagai bidang, seperti peternakan (misalnya, robot pemerahan dan pemantauan kesehatan hewan), perkebunan (robot dan mekanisasi di lapangan), pemeliharaan mesin pertanian otomatis dan robot pemanen yang juga dijalankan secara otomatis.

 

Adapun dampak penerapan pertanian 4.0 yang dirasakan petani, di antaranya keberadaan startup financial technology (fintech), yang memberikan pendanaan untuk petani dengan sistem bagi hasil maupun kesepakatan. Ini tentunya meminimalisir kerugian petani selama ini karena meminjam dana dari tengkulak untuk memulai bercocok tanam.

 

Tidak hanya mempengaruhi petani, pertanian 4.0 juga membawa masyarakat lebih dekat dengan petani maupun perusahaan pertanian. Kehadiran startup yang berkonsep marketplace akan membuat masyarakat langsung mendapatkan komoditas pertanian langsung dari petani dengan mudah dan murah. Hanya menekan menu-menu dalam aplikasi yang dibuat startup, masyarakat bisa membeli produk pertanian yang diinginkan. Setelah itu, produk yang dipesan akan dikirimkan ke alamat pembeli.

 

Sementara, revolusi teknologi dalam pertanian 4.0 lebih mengedepankan sistem otomatisasi dalam proses-proses produksinya. Sehingga, peranan sumber daya manusia akan terminimalisir dengan kehadiran tenaga robotik yang terhubung dengan internet (untuk pengoperasiannya). Di Indonesia sendiri, revolusi teknologi sudah terlihat dalam industri petrokimia, makanan dan minuman, semen, dan otomotif.

 

Dengan pertanian 4.0, masyarakat Indonesia sudah seharusnya mengkombinasikan sumber daya alam dengan teknologi sebagai motor penggerak perekonomian. Sebab, pergeseran budaya manusia akan selalu diikuti oleh perkembangan teknologi. Sebagai perusahaan pupuk nasional, PT Meroke Tetap Jaya berharap pertanian 4.0 akan memajukan pertanian Indonesia. Dan, cita-cita swasembada pangan terwujud. Maju terus pertanian Indonesia!

Berita Lainnya